Salam Dakwah dan Islah bagi para pejuang ISLAM,
Jiwa
manusia tak jauh bedanya dengan anggota tubuh yang lain. Tangan akan
lelah jika terus mengangkat. Kaki akan penat jika terus berlari. Mata
akan berair jika tak henti menatap. Dan, lelahnya jiwa ketika semangat
kian surut.
Ada
sesuatu yang aneh dirasakan Ka’ab bin Malik. Entah mengapa, sahabat
yang begitu dekat dengan Rasul ini merasa enggan untuk segera berangkat
bersama yang lain menuju Tabuk. Padahal, hampir tak seorang pun yang
luput dari perang besar ini. Semuanya siap ikut.Paling tidak, memberikan
sumbangan yang mereka miliki. Ada apa dengan Ka’ab?
Selama
ini, hampir tak satu pun peluang jihad disia-siakan Ka’ab. Tapi di
Tabuk ini, ia merasa kalau ladang gandumnya yang sedikit lagi panen
benar-benar menyibukkannya. Ah, nanti saja.Nanti saja, akan saya kejar
rombongan Rasul itu. Nanti, dan nanti. Akhirnya, Ka’ab benar-benar
tertinggal hingga peperangan yang memakan waktu sekitar satu setengah
bulan itu berakhir.
Mungkin, bukan cuma Ka’ab yang
sempat merasakan keanehan itu. Kita pun secara sadar atau tidak, pernah
merasa ada sesuatu yang mengganjal. Semangat untuk aktif tiba-tiba
mengendur. Dan keasyikan pun muncul saat diri cuma sebagai penonton.
Beberapa
ulama dakwah menyebut gejala ini sebagai penyakit futur. Sayid
Muhammad Nuh misalnya, menyebut lemahnya semangat dakwah yang
sebelumnya berkobar-kobar sebagai futur.
Dari segi
bahasa, futur berarti berhenti setelah sebelumnya bergerak. Allah swt.
berfirman dalam surah Al-Anbiya ayat 19 dan 20 yang di antaranya
menyatakan kalau malaikat tidak pernah futur. “Dan kepunyaan-Nyalah
segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang
disisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan
tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih siang dan malam
tiada (futur) henti.”
Manusia
memang bukan malaikat. Al-Insan atau manusia berasal dari kata
'nasiya' yang berarti lupa. Kadar keimanan manusia pun naik turun.
Itulah di antara kelemahan manusia. Dan saling memberi nasihat adalah
obat agar lupa tidak berakibat fatal.
Masalahnya,
tidak semua yang sedang bermasalah bisa berlapang dada menerima
nasihat. Bahkan bisa jadi, mereka tidak sadar kalau dirinya sedang
bermasalah. Setidaknya ada tiga keadaan yang menunjukkan kalau
seseorang itu memang positif futur.
Pertama,ada
kemalasan dalam menunaikan ibadah. Apa saja. Bisa shalat,
tilawah,zikir, apalagi infaq. Kalaupun terlaksana cuma sekadar
menggugurkan kewajiban. Tidak ada semangat berlomba dalam kebaikan.
Kedua,ada
keinginan untuk selalu menyendiri. Selalu muncul seribu satu alasan
agar diri boleh selalu sendiri. Alasannya boleh macam-macam. Mulai
kesibukan ekonomi, urusan keluarga, sibuk dengan studinya, dan
sebagainya. Pokoknya, selalu ada halangan dalam berbagi dengan yang
lain.
Ketiga, munculnya kepekaan emosi yang berlebihan.
Orang jadi mudah tersinggung. Jangankan ditegur, dipuji pun bisa
memunculkan kesalahpahaman. Yang ada dibenaknya cuma ada pola berpikir
negatif. Semua orang selalu salah, kecuali yang benar-benar cocok
dengan dirinya. Dari situ pula, muncul ukuran siapa yang bicara, bukan
apa yang dibicarakan.
Bayangkan jika sebuah amanah
dipegang oleh mereka yang punya keadaan seperti diatas. Akan terjadi
beberapa kemungkinan. Bisa saja, amanah akan terbengkalai kerana
ditinggalkan dengan tanpa beban. Kemungkinan berikutnya, terjadi
konflik dalam pos yang diamanahkan. Kerana orang yang punya
kecenderungan bekerja sendiri sulit dapat menyatu dalam kerja tim.
Betapa
sukarnya jika futur menghinggapi diri. Karena itu, perlu berhati-hati
agar tidak terjebak dalam futur. Ada beberapa sebab sehingga seorang
mukmin boleh futur. Pertama, berlebihan dalam memahami dan menerapkan
ajaran agama.
Sebab ini muncul karena kurangnya
pemahaman bahwa Islam sangat sejalan dengan fitrah manusia.Tidak ada
yang sulit dalam Islam. Pengamalan Islam akan menjadi berat jika
diberat-beratkan. Bahkan, dalam jihad pun. “Dan berjihadlah kamu di
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan…” (QS. 22: 78)
Rasulullah saw. pernah
memberi nasihat, “Sesungguhnya agama Islam itu mudah dan tidaklah orang
yang berlebihan dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan olehnya.”
(HR.Bukhari)
Dalam hadits lain, Rasulullah saw.
bersabda,“Berbuatlah sesuai dengan kemampuanmu, sesungguhnya Allah tidak
akan merasa bosan sampai kamu sendiri yang merasa bosan. Dan
sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang
terus-menerus sekali pun sedikit.” (Mutafaq ‘alaih)
Sebab
kedua, berlebihan dalam hal yang dibolehkan, mubah. Seorang mukmin
menempatkan sarana hidup sebagai kendaraan buat kebahagiaan akhirat.
Bukan buat pelampiasan.
Abu Sulaiman Ad-Darani
mengatakan, “Siapa yang kekenyangan maka akan mendapat enam bahaya:
kehilangan manisnya bermunajat kepada Allah, susah menghafal ilmu,
kurang peduli terhadap sesama (karena mengira semua orang kenyang
seperti dirinya), merasa berat beribadah, dan bergejolak syahwatnya.
Karena, seorang mukmin akan menyibukkan diri berada di lingkungan
masjid sementara orang yang perutnya kenyang akan sibuk di sekitar
tempat pembuangan sampah.”(Riwayat Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumidin)
Ka’ab
bin Malik memang pernah mengalami surut semangat dalam dakwah dan
jihad. Tapi, sahabat yang banyak meriwayatkan hadits ini memohon ampun
pada Allah atas kekhilafannya. Walaupun ampunan itu mesti ia tebus
dengan dikucilkan oleh kaum muslimin selama empat puluh hari.
Sumber: http://aljund.webs.com/apps/blog/show/862885-mencari-semangat-yang-hilang-dalam-dakwah
0 komentar:
Posting Komentar