Dalam
Irsyad al-ibad dan Dzurrat al-Nashihin: Al-Kisah, seorang
raja memiliki putri yang sangat cantik. Pada saat yang sama pula, hiduplah
seorang alim yang zahid dan ‘abid. Si alim menghabiskan waktunya untuk beribadah
dan mensucikan diri. Kemudian iblis mengumpulkan setan-setan dalam sebuah
majelis. Ia menanyakan siapa di antara mereka yang bisa menyesatkan Si Alim
tadi, menggagalkan taqarrubnya kepada Allah, dan mencelakakannya. Seorang setan
berkata, “Aku, Aku telah berhasil memisahkan suami dan istrinya.” Iblis
menjawab, “Ah, itu bukan apa-apa. Tanpa kamu pisahkan juga, banyak suami-istri
yang bercerai.” Setelah beberapa setan, tampillah seorang setan yang mengajukan
konsep penggodaan yang brilian. Iblis menyetujuinya.
Si
Setan mendatangi putri raja. Karena putri itu hidup dalam kemewahan dan lupa
pada Tuhan, maka setan mudah masuk ke dalam dirinya. Hatinya diguncangkan,
hingga jiwanya sakit. Raja kebingungan ke mana ia harus mengobati Putrinya?
Setan itu lalu menemui raja dengan menyamar sebagai orang tua. Ia menasihati
raja agar mengantarkan putrinya kepada si Alim tadi. “Si Abid itu bisa
menyembuhkan orang sakit dengan doa-doanya,” kata setan. “Karena taqarrubnya
kepada Allah, doa-doanya makbul,”. Raja pun mengirimkan putrinya kepada si Alim
yang itu. Setelah dibacakan doa, penyakitnya sembuh dan putri itu dibawa
pulang.
Di
tengah perjalanan, setan datang lagi untuk menggoncangkan hati putri itu
sehingga sakitnya kambuh lagi. Lalu setan berkata kepada raja, “Sebaiknya putri
anda tidak dibawa pulang biarkan dia tinggal di pondok si abid itu. Maka putri
raja pun tinggal di pondok sang abid.
‘Abid
itu sangat menjaga dirinya. Ia amat mengkhawatirkan syahwatnya, terlebih karena
di dekatnya ada seorang gadis cantik. Ia bangunkan pondok tersendiri untuk
gadis itu. Setiap hari ia mengantarkan makanan dan minuman. Ia menyimpannya di
luar pintu. Setan berbisik, “Mengapa kamu simpan makanan di luar? Bagaimana
kalau dimakan kucing? Mestinya kamu menyimpannya di dalam agar tetap
terpelihara.” Setelah dipikir-pikir ‘abid itu membenarkan bisikan setan. Kini,
setiap kali mengantarkan makanan, ia mengetuk dulu pintu rumah, masuk dan
menyimpannya di situ.
Setan
berbisik lagi, “Bukankah berbuat baik itu harus ditunjukkan dengan sikap yang
ramah?” sekali-kali ucapkanlah salam, tanyakan kabarnya, dan beri ia senyuman.
Bukankah senyuman itu sedekah?” Si ‘abid berpikir, “betul juga, setelah ia
melakukannya, setan berbisik lagi, “Kamu seorang kiai, menanyakan kabar itu
bagus tetapi lebih bagus lagi jika kamu duduk-duduk sebentar dan mengajarinya
ilmu-ilmu agama.” Si abid
bergumam,”benar juga.”
Setelah
itu dilakukan, setan datang lagi, “Kamu tidak pernah berpikir, bagaimana kalau
ada orang lain melihat kamu berbincang berduaan dengan seorang perempuan bukan
muhrim di luar rumah? Jelek jika dilihat orang, agar aman, ngobrollah di dalam
rumah biar tidak terjadi fitnah bagi orang lain.”
Sesudah
‘abid itu masuk ke dalam rumah, setan pun masuk. Akhirnya, Si ‘abid terjerumus
dalam kemaksiatan. Karena putri itu hamil, setan menakut-nakuti si ‘abid, “Kamu
akan celaka. Kamu telah menghamili putri raja. Sebaiknya kau bunuh saja wanita
itu. Kuburkan dia baik-baik. Katakan kepada raja bahwa putrinya mati karena
sakit. Habis perkara. Maka, putri itu pun dibunuh. Pada saat bersamaan, setan
datang memberitahu raja bahwa putrinya dibunuh oleh si ‘abid.
Akhirnya,
‘abid itu dihukum, disalib dan dipermalukan dalam keadaan digantung. Setan
datang lagi dan berkata kepadanya, “Aku akan membantumu asal kamu bersujud
kepadaku,” Bagaimana aku bersujud sementara aku di salib?” kata si ‘abid. Setan
menjawab, “Niatkan saja dalam hatimu bahwa kamu bersujud kepada Iblis.” ‘Abid
pun menurut. Tapi kemudian setan berkata, “Aku berlepas diri darimu sebab aku
takut pada Allah Rabb al-Alamin.” Akhirnya, ‘abid itu mati dihukum pancung
dalam keadaan musyrik karena melakukan pembunuhan dan perzinaan. Semua
kejahatan itu bersumber dari syahwat. Setan datang melalui pintu syahwat itu.
Oleh karena itu, hati-hatilah terhadap syahwat. Karena setan bisa masuk ke
dalam diri seseorang melalui lubang itu.
Sumber
: Kutipan dari Jalaluddin Rakhmat, 1999. Meraih
Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, h. 60-62.
0 komentar:
Posting Komentar