Pendahuluan
Ijtihad
sebagai sumber hukum Islam ketiga memberikan peluang untuk
berkembangnya pemikiran umat Islam dalam menghadapi segala permasalahan
di era globalisasi ini. Di tengah kelesuan dan keterpurukan ekonomi
nasional, berbagai jenis transaksi telah muncul dan menyebar ke seluruh
penjuru dunia, termasuk ke Negara Indonesia.
Banyak jenis transaksi baru yang ditawarkan yang menjanjikan keuntungan
berlipat ganda (Gemala Dewi dkk, 2005: 187). Bahkan ada sebuah sistem
bisnis yang banyak menawarkan kekayaan dalam waktu singkat.
Salah satu sistem bisnis tersebut
adalah multi level marketing (MLM). Akar dari MLM tidak bisa dilepaskan
dari berdirinya Amway Corporation dan produknya nutrilite yang berupa
makanan suplemen bagi diet agar tetap sehat. Konsep ini dimulai pada
tahun 1930 oleh Carl Rehnborg, seorang pengusaha Amerika yang tinggal di
Cina pada tahun 1917-1927.
Inilah
praktek awal MLM bahwa perusahaan Rehnborg ini yang sudah bisa merekrut
15.000 tenaga penjualan dari rumah kerumah dilarang beroperasi oleh
pengadilan pada tahun 1951, karena mereka melebih-lebihkan peran dari
makanan tersebut (Lihat All About MLM:23). Pendiri Amway, Rich DeVos dan Jay van Andel pelopor dalam pengembangan bisnis ini pada tahun 1959 (Kuswara,2005: 18).
Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling)
MLM terus marak dan subur menjamur. Model bisnis ini pun kian
berkembang setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Didukung
pula dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia
berpotensi sangat besar untuk pengembangan bisnis ini (Kuswara,2005:
18). Pemain yang terjun di dunia MLM memanfaatkan momentum dan situasi
krisis untuk menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing maupun lokal.
Yang sering disebut masyarakat misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware,
Sun Chlorella, DXN dan Propolis Gold serta yang berlabel syariah atau
Islam (http://www.dakwatuna.com/2006/bisnis-dengan-sistem-mlm/).
Jadi
MLM ini tergolong bisnis yang baru. Dengan kata lain belum pernah ada
di zaman Rasulullah Saw. Dan para sahabat apalagi dikalangan ulama
fuqaha. Dari segi hukum, ada yang memandang sesuai dengan era sekarang.
Namun ada pula sebagian kalangan bersikap hati-hati, dan bahkan sebagian
ulama memfatwakan haram terhadap bisnis jaringan ini. Maka jelaslah
bahwa terdapat pandangan yang kontroversi terhadap bisnis MLM ini.
Untuk memberikan pemahaman bersama mengenai hukum MLM ini, dan bagaimana Islam memandang bisnis ini. Maka penulis mengangkat judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bisnis Multi Level Marketing. Penulis juga mengkrucutkan bahasan dengan sub topik:
1. Definisi Multi Level Marketing (MLM)
2. Konsep Dasar MLM
3. MLM Menurut Hukum Islam
4. MLM Syariah
Semoga
ulasan berikut akan memperkaya wawasan para pengkaji hukum Islam
khususnya melalui mata kuliah masail Fiqiyah Al Haditsah ini. Sehingga
menuntun umat dalam menetapkan hukum muamalah dengan benar terhadap bisnis MLM di masyarakat.
1. Definisi Multi Level Marketing (MLM)
Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris, multi beararti banyak, level berarti jenjang atau tingkat, sedangkan marketing artinya pemasaran. Jadi multi level marketing adalah pemasaran yang berjenjang banyak (Andreas dalam Gemala Dewi, 2005: 187). Multi level marketing adalah sistem penjualan dengan memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur (id.wikipedia.org/wiki/Multi-level_marketing).
Dalam MLM biasa level (tingkatan) dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah) (Lihat All About MLM oleh Benny Santoso hal: 28, Hukum Syara MLM oleh hafidl Abdur Rohman, MA)
MLM disebut sebagai network marketing, karena anggota kelompok semakin banyak dan membentuk sebuah jaringan kerja (network) (Gemala Dewi dkk, 2005: 188). Bisnis ini biasa pula disebut sebagai bisnis penjualan langsung atau direct selling.
Artinya penjualan dilakukan secara langsung oleh wiraniaga kepada
konsumen, tanpa perantara seperti toko swalayan, warung dan sebagainya.
Di Indonesia, direct selling baik yang single level (satu tingkat) maupun multi level
(banyak tingkat) bergabung dalam suatu asosiasi, yaitu Asosiasi
Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Kuswara (2005: 16) menambahkan
bahwa dalam bahasa Inggris, APLI disingkat IDSA (Indonesian Direct Selling Associations), tergabung dalam World Federation of Direct Selling Associations (WFDSA).
Singkatnya MLM yang tergolong bisnis direct selling memiliki sistem pemasaran produk secara berjenjang atau jaringan melalui anggotanya sebagai pelanggan sekaligus mitra usaha.
2. Konsep Dasar Multi Level Marketing
Mekanisme
operasional pada MLM yaitu, seorang distributor mengajak orang lain
untuk ikut juga sebagai distributor. Kemudian, orang lain itu dapat pula
mengajak orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu seterusnya, semua
yang diajak dan ikut merupakan kelompok distributor yang bebas mengajak
orang lain lagi sampai level tanpa batas (Gemala Dewi dkk, 2005: 188).
Dalam
MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang
bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari presentasi harga barang dan
jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan
perusahaan. Dalam MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan
memiliki spesifikasi tersendiri. Untuk menilai satu persatu perusahaan
yang menggunakan sistem ini rasanya tidak mungkin, kecuali jika
perusahaan tersebut memberikan penjelasan utuh baik melalui buku yang
diterbitkan atau presentasi langsung tentang perusahaan tersebut
(syariahonline.com)
Keanggotaan di dalam MLM
Upline
biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan
keanggotaan, sementara downline adalah anggota terbaru dari MLM yang
masuk atas afiliasi dan anjuran seorang upline. Namun untuk
beberapa sistem MLM tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah
(tentunya dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu pula).
Komisi
yang diberikan di dalam MLM dihitung berdasarkan jasa distribusi yang
otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline)
melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan
anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline
tersebut mendapatkan pula komisi tertentu sebagai imbalan jasanya
memperkenalkan produk kepada downline dan membantu perusahaan MLM
mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline
tidak bisa diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru tetapi ianya
sangat penting untuk membesarkan kumpulan dan konsumsi produk. Selain
imbuhan balas jasa, upline akan dibayar ke atas usahanya yang sering
memberi motivasi, merancang perjalanan sistem pengedaran, merekrut
anngota lama dan baru, memupuk semangat kerja pasukan dan juga berusaha
untuk mempertahankan kehebatan syarikat MLM sendiri ntuk bersaing dengan
syarikat-syarikat lain atau baru.
Sistem Kerja MLM
Secara
global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah
yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari
perusahaan yang melakukan praktek MLM. Adapun secara terperinci bisnis
MLM dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula
pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member,
dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan
dengan harga tertentu.
Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
Sesudah
menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari member-member baru
dengan cara seperti diatas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi
folmulir keanggotaan.
Para
member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan
cara seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
Jika
member mampu menjaring member-member yang banyak, maka ia akan mendapat
bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka
semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan merasa
diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus mennjadi konsumen paket
produk perusahaan.
Dengan
adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk
perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua dan
seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan,
karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member baru
tersebut.
Diantara
perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat
untuk menanamkan modal diperusahaan tersebut, dengan janji akan
memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. (Lihat
Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta hal: 285-287)
Ada
beberapa perusahaan MLM lainnya bahwa seseorang bisa menjadi membernya
tidak harus dengan menjual produk perusahaan, namun cukup dengan
mendaftarkan diri dengan membayar uang pendaftaran, selanjutnya dia
bertugas mencari anggota lainnya dengan cara yang sama, semakin banyak
anggota maka akan semakin banyak bonus yang diperoleh dari perusahaan
tersebut.
Kontroversi mengenai MLM
Seringkali ditemukan kerancuan antara MLM dengan money game
(permainan uang). MLM pada hakikatnya adalah sistem distribusi barang.
Banyaknya bonus didapat dari omzet penjualan yang didistribusikan
melalui jaringannya. Hal ini sangat berbeda dengan money game. Bonus seringkali didapat dari perekrutan, bukan omzet penjualan.
Sistem money game
ini cenderung menggunakan skema piramid / (sistem piramid), dan orang
yang belakangan bergabung akan kesulitan mengembangkan bisnisnya. Dalam
MLM murni, walaupun dimungkinkan telah memiliki downline banyak, tetapi tanpa omzet tentu saja bonus tersebut menjadi kecil.
Informasi
tentang jenis MLM yang benar dapat mengacu pada PERATURAN MENTERI
PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :13/M-DAG/PER/3/2006 tentang
KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG,
dengan memuat larangan tegas di bab VII (id.wikipedia.org/wiki/Multi-level_marketing).
Berikut ini penulis hanya memuat 5 point dari 12 Perbedaan MLM dan Sistem Piramida.
No.
|
MLM
|
Skema Piramida
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Sudah dimasyarakatkan dan diterima hampir di seluruh dunia.
Berhasil meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan para anggotanya dari level atas sampai level bawah.
Keuntungan/keberhasilan
distributor ditentukan dari hasil kerja dalam bentuk penjualan/
pembelian produk/jasa yang bernilai dan berguna untuk konsumen.
Program pembinaan distributor sangat diperlukan agar didapat anggota yang berkualitas tinggi.
Merupakan salah satu peluang berusaha yang baik. Setiap distributor harus terus melakukan pembinaan untuk jaringannya. Tidak bisa hanya menunggu.
|
Sudah
banyak Negara yang melarang dan menindak perusahaan dengan sistem
ini, bahkan pengusahanya ditangkap pihak yang yang berwajib
Hanya
menguntungkan bagi orang-orang yang pertama atau lebih atau lebih
dulu bergabung sebagai anggota, atas kerugian yang mendaftar belakang.
Keuntungan/keberhasilan
anggota ditentukan dari seberapa banyak yang bersangkutan merekrut
orang lain yang menyetor sejumlah uang sampai terbentuk satu format
Piramida.
Tidak ada program pembinaan apapun juga, karena yang diperlukan hanya rekruting saja.
Bukan
suatu peluang usaha, karena yang dilakukan lebih menyerupai
untung-untungan. Bahwa yang perlu dilakukan hanyalah ‘membeli kavling’
dan selanjutnya hanyalah menunggu.
|
Sumber : apli.or.id dalam Kuswara (2005: 23-25).
3. MLM Menurut Hukum Islam
Sistem MLM dikategorikan pembahasan fiqh muamalah dalam kitab Buyu’ mengenai jual-beli. Hukum asalnya boleh. Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashu fil asy-ya’ al-ibahah:
hukum asal segala sesuatu -termasuk muamalah- adalah boleh) selama
bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (sistem
bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya) dan jahalah (ketidakjelasan), dzhulm
(merugikan hak orang lain). Selain itu, barang atau jasa yang
dibisniskan adalah halal. (Al-Baqarah: 29, Al-A’raf: 32, Al-An’am: 145,
151, lihat: Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair,
hal.60) Allah swt. berfirman, “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275), “Tolong menolonglah atas kebaikan
dan takwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.”
(Al-Maidah: 2) Sabda Rasulullah saw, “Perdagangan itu atas dasar
sama-sama ridha.” (H.R. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat
dengan persyaratan yang mereka buka.”(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim) (pandakeadilan.multiply.com)
Menurut
Setiawan dalam Kuswara (2005: 93), bisnis MLM ini dalam kajian fikih
kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek: produk barang atau jasa yang
dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling/marketing).
Mengenai produk barang yang dijual, halal atau haram tergantung kandungannya.
Pro Kontra Bisnis MLM
Asy-Syaikh
Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali hafizahullah mengatakan bisnis MLM
gambaran umumnya adalah mengikuti program piramida dalam sistem
pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan
demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan
dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak
anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan semakin banyak
bonus yang dijanjikan. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena
beberapa sebab berikut ini, yaitu :
[1].
Sebenarnya anggota tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan
utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yan
akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.
[2]. Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan Multi Level Marketing (MLM).
[3].
Bahwa produk ini biasa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang
sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan Multi Level
Marketing (MLM) ini di jaringan internet.
[4].
Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui
keanggotaannya setiap tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru
yang akan diberikan kepada mereka.
[5].
Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan
berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada
pada level atas (Up Line) sedangkan level bawah (Down Line) selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.
Berdasarkan ini semua, maka system bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena beberapa sebab yaitu :
[1]. Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota
[2].
Produk Multi Level Marketing (MLM) ini bukanlah tujuan yang sebenarnya.
Produk itu hanya bertujuan untuk mendapatkan izin dalam undang-undang
dan hukum syar’i.
[3].
Banyak dari kalangan pakar ekonomi dunia sampai pun orang-orang non
muslim meyakini bahwa jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan
penipuan, oleh karena itu mereka melarangnya karena bias membahayakan
perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat
umum
Berdasarkan
ini semua, tatkala kita mengetahui bahwa hukum syar’i didasarkan pada
maksud dan hakikatnya serta bukan sekedar polesan lainnya. Maka
perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena
hal ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan Rasul-Nya, oleh karena
itu sistem bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar’i.
Kalau
ada yang bertanya : “Bahwasanya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian
orang”. Jawabnya: “Adanya manfaat pada sebagian orang tidak bisa
menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh Allah Ta’ala.
“Artinya
: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah : “Pada
hakekatnya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah :
219)
Tatkala bahaya dari khamr dan perjudian itu lebih banyak daripada manfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas diharamkan.
Beliau
berkesimpulan bahwa bisnis MLM ini adalah alat untuk memancing
orang-orang yang sedang mimpi di siang bolong menjadi jutawan. Bisnis
ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang bathil, juga merupakan
bentuk spekulasi. Dan spekulasi adalah bentuk perjudian.( alhelaly.com).
Menurut
hemat penulis, beberapa pemaparan pandangan salah seorang ulama di atas
tidaklah salah jika apa yang diistilahkan Beliau MLM itu sebenarnya
sistem Piramida yang dilarang keras secara hukum Internasional. Namun
mengenai bisnis MLM yang diidentikan bahkan disamakan dengan sistem
piramida seperti money game, arisan berantai, dan penggandaan
uang yang membawa-bawa nama MLM itu tidak benar. Pandangan semacam ini
jelas salah persepsi dan salah interpretasi. Dikatakan demikian, sebab
seperti dipaparkan sebelumnya bahwa MLM jauh berbeda dengan sistem
piramida. Sebenarnya apa yang dimaksud ulama tersebut kemungkinan
pertama adalah money game dan sejenisnya yang berkedok MLM, atau MLM itu
money game. Kemungkinan ketiga tidak mengerti apa itu MLM. Hal
ini senada dengan tanggapan diplomatis dari Helmy Attamimi (ketua APLI)
ketika harian terbit 14 Januari 2002 dengan headline heboh,”Praktik Bisnis MLM Haram” hasil wawancara Sekretaris Umum MUI, Din Syamsuddin (Kuswara, 2005: 79).
Berikut perlu diketahui ulasan tentang sistem MLM murni:
1. Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' dan muamalah atau buyu' prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: Riba' ,Ghoror (penipuan), Dhoror (merugikan atau menzalimi pihak lain), Jahalah (tidak transparan).
2. Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
· Transparansi
penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat
dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi
tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang
mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil
sesuatu tanpa hak.
· Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level)
dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi
bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga
peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan
selagi dilakukan secara transparan, tidak menzalimi pihak yang ada di
bawah, setingkat maupun di atas.
· Hak
dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota.
Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari
penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan
untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu
yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan presentase keuntungan
diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang
dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi
kedholiman.
3. MLM
adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana
untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase.
Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama dengan judi.
Produk
yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen
barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga
dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada
konsumen lainnya (syariahonline.com).
Kaidah Penting Bagi Pelaku Bisnis
Penting untuk diketahui tentang kaidah atau pijakan bagi pebisnis. Kaidah berikut merupakan khazanah keilmuan ulama masa lampau (salaf) yang digali kembali melalui ijtihad ulama masa kini (khalaf)
dan disinergikan dengan kondisi sekarang. Sehingga kaidah ini selaras
dan dapat dipakai. Menurut hemat penulis, suatu ketetapan yang telah
menjadi kaidah selayaknya tidak boleh dilanggar sama sekali.
Ahmad Sabiq
mengatakan ada dua kaidah yang sangat penting untuk bisa memahami
hampir seluruh permasalahan yang berhubungan dengan hukum Islam,
sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim Rahimahullah “Pada dasarnya
semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang
memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan muamalah
adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”. (Lihat I’lamul Muwaqi’in 1/344).
Dalil ibadah adalah sabda Rasulullah s.a.w :
“Dari ‘Aisyah radhiallahu anha berkata : “Rasulullah s.a.w bersabda: “ Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu yang tidak ada contohnya dari kami, maka akan tertolak “(HR. Muslim)
Adapun dalil masalam muamalah adalah firman Allah Ta’ala:
Dia-lah Allah yang telah menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah: 29)
(Lihat Ilmu Suhul Al-Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, Al-Qawa’id al-Fiqhiyah oleh Syaikh As-Sa’di hal:5)
Oleh
karena itu apaun nama dan model bisnis tersebut pada dasarnya dihukumi
halal selagi dilakukan atas dasar sukarela dan tidak mengandung salah
satu unsur keharaman, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)
Juga firman-Nya:
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas
dasar suka sama suka diantara kamu”. (QS. An-Nisaa: 29)
Adapun hal-hal yang bisa membuat sebuah transaksi bisnis menjadi haram adalah :
Riba
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata : “Rasulullah s.a.w
bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan
adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR.
Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
Ghoror
(Adanya Spekulasi yang tinggi) dan jahalah (adanya sesuatu yang tidak jelas).
“Dari Abu Hurairah radhiallhu anhu berkata : “Rasulullah saw melarang jual beli ghoror”. (HR. Muslim 1513)
Penipuan
Dari Abu Hurairah radhiallhu anhu berkata: “Rasulullah s.a.w melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
Perjudian atau adu nasib
Firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maaidah: 90)
Kezaliman
Sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS. An-Nisaa:29)
Yang dijual adalah barang haram
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallhuan
berkata :”Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila
mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti
mengharamkan harganya”. (HR. Abu dawud 3477, Baihaqi 6/12 dengan sanad
shahih).
Agar pemaparan kaidah dalam berbisnis (berniaga) di atas lebih mudah dipahami, perlu penambahan ulasan singkat tentang etika berbisnis. Menyinggung tentang etika ini, segala ketentuan yang disepakati dan berlaku ketika melakukan sesuatu. Muhammad
(1997: 101) menjelaskan bahwa di dalam etika bisnis Islami khususnya
bidang pemasaran produk. Adapun aspek yang difokuskan atau harus dijaga
antara lain: produk halal dan thoyyib, kompetensi sehat, pelayanan
kepada masyarakat dan lain sebagainya. Keterkaitan dengan kaidah
berbisnis, intinya segala perihal yang diharamkan jelas juga tidak
dibenarkan dalam etika berbisnis.
Penegasan Hukum MLM
MLM halal jika:
a. Transaksi (akad) antara pihak penjual (al-ba'i) dan pembeli (al-musytari) dilakukan atas dasar suka sama suka (' an taradhin), dan tidak ada paksaan;
b. Barang yang diperjualbelikan (al-mabi') suci, bermanfaat dan transparan sehingga tidak ada unsur kesamaran atau penipuan (gharar);
c. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang wajar
MLM Haram Jika:
a.
Jika sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan
cara pemaksaan; atau barang yang diperjualbelikan tidak jelas karena
dalam bentuk paket yang terbungkus dan sebelum transaksi tidak dapat
dilihat oleh pembeli, maka hukumnya haram karena mengandung unsur
kesamaran atau penipuan (gharar).
b.
Jika harga barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan
Multi Level Marketing (MLM) jauh lebih tinggi dari harga yang wajar,
maka hukumnya haram.
c.
Jika perusahaan Multi Level Marketing (MLM) melakukan kegiatan
menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut
dengan janji akan memberikan keuntungan tertentu dalam setiap bulannya,
maka kegiatan tersebut adalah haram karena melakukan praktek riba yang
jelas-jelas diharamkan oleh Allah s.w.t. Apalagi dalam
kenyataannya tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti
yang dijanjikan, bahkan terkadang menggelapkan dana nasabah yang menjadi
member perusahaan. Sebagaimana telah difirmankan Allah s.w.t dalam surat al-Baqarah ayat 279.
Dengan
demikian, maka hendaklah berhati-hati dalam melakukan kegiatan
perdagangan dengan sistem Multi Level Marketing (MLM). Pilihlah sistem
perdagangan MLM yang benar-benar diperbolehkan oleh syari'at Islam
karena memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas (lmi-amilzakat.com).
Maksud berhati-hati di sini adalah selektif dalam menentukan pilihan
bisnis ini. Seseorang tidak akan mengetahui apakah bisnis MLM yang
dipilihnya benar-benar MLM murni atau hanya bisnis haram yang berkedok
MLM.
4. MLM Syariah
Gaung
ekonomi syariah di tanah air tak cukup hanya dilihat dari tumbuhnya
lembaga keuangan syariah. Di luar itu, bisnis syariah di berbagai bidang
terus berkembang. Tak terkecuali salah satunya, bisnis MLM syariah. Di
tengah kontroversi hukum dari berbagai pihak dari sisi pandangan Islam
tentang bisnis ini, MLM syariah terus menunjukkan perkembangan (wirausaha.com).
Kuswara
(2005: 86) mengemukakan, MLM Syariah adalah sebuah usaha MLM yang
mendasarkan sistem operasionalnya pada prinsip-prinsip syariah.
Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan dan diganti dengan nilai-nilai
ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak, dan hukum muamalah.
Suhrawardi K.Lubis dalam Gemala Dewi dkk (2005: 191) menegaskan, MLM syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Sistem
distribusi pendapatan, haruslah dilakukan secara professional dan
seimbang. Artinya tidak terjadi eksploitasi antarsesama.
2. Apresiasi
distributor haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Tidak
memaksa, tidak berdusta, jujur, dan tidak merugikan orang lain, serta
berakhlak mulia.
3. Penetapan
harga, kalaupun keuntungan (komisi dan bonus) bagi para anggota berasar
dari keuntungan penjualan barang. Semakin banyak anggota dan
distributor, maka harga makin menurun.
4. Jenis produk haruslah produk yang benar-benar terjamin kehalalannya dan kesuciannya.
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal-haram maupun status syubhat-nya
tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya
perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia),
juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan sepihak sebagai perusahaan
MLM Syariah atau bukan. Melainkan, tergantung sejauh mana prakteknya
setelah dikaji dan dinilai sesuai syariah (dakwatuna.com/2006/).
Penutup
Multi
Level Marketing tidak bertentangan dengan Hukum Perikatan Islam
sepanjang memenuhi rukun dan syarat-syarat perikatan menurut hukum Islam
serta tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar, dharar dan jahalah (Gemala Dewi dkk, 2005: 192).
Dalam menyikapi
bisnis ala MLM, perlu adanya pemahaman secara baik, benar dan utuh,
karena tidak semua MLM sama dalam menjalankan bisnisnya, jika ditinjau
dari segi barang yang dijual, bentuk transaksi yang dijalankan. sehingga
dalam menetapkan hukum pun juga berbeda antara satu MLM dengan MLM yang
lain dikarenakan ada perbedaan dalam hal produk yang dijadikan
komuditi, dan bentuk transaksi yang diterapkan. jika terbukti bahwa
dalam suatu bisnis, apapun bentuknya, termasuk MLM, jika terdapat
unsur-unsur yang diharamkan syariat, maka bisnis tersebut haram
hukumnya. namun jika tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syariah, maka
pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh, sampai ada dalil yang
menerangkan atas keharamannya (fai.elcom.umy.ac.id/).
Sehingga
kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau
haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau
analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti
dan ketahui dengan pasti maka jauh sebelum anda memutuskan untuk
bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak
ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauh ke dalam hal yang
diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu
wawasan dan pengetahuan atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan
terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebagai
umat Islam sudah sepantasnya bisa lebih selektif dalam bermuamalah.
Dari sekian banyak sistem MLM yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu,
ada baiknya memilih MLM yang berlandaskan prinsip Islam. Yakni MLM
syariah. Selain berbisnis, para anggotanya dibimbing agar bekerja sesuai
prinsip syariah bahkan berdakwah melalui bisnis. Dan InsyaAllah, MLM
syariah membawa berkah.
REFERENSI
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005
Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, sampai dengan pengelolaannya, Depok: QultumMedia, 2005
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997.
www.alhelaly.com
2 komentar:
Mohon maaf saya ijin share (ambil) ini artikel yah utk masukkan ke blog saya dengan mencantumkan link blog anda
jika mw lihat silahkan buka blog saya di 1kertasputih.wordpress.com
dan apabila g setuju, nanti saya bisa hapus lagi artikel dri blog anda
sekian dan terima kasih serta minta maaf sebelumnya
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Maaf baru direspon di tahun 2020 (lama tidak cek blog), dengan senang hati silakan dibagikan jika bermanfaat.Terima kasih sudah membagikan tulisan saya dengan mencantumkan link utamanya (ini kode etik ilmiah hehe) yang semula link http://naturalspiritualquention.blogspot.com sekarang sudah berubah menjadi https://yuktaubatnasuha.blogspot.com (ini juga berlaku untuk tulisan saya yang lainnya, silakan dibagikan)
Tulisan tersebut dibuat semasa saya masih kuliah dulu untuk memenuhi tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Ushul Fiqih di Jurusan Dakwah Prodi Bimbingan Konseling Islam STAIN Pontianak
Posting Komentar