Minggu, 29 April 2012

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Level Marketing

Pendahuluan
Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ketiga memberikan peluang untuk berkembangnya pemikiran umat Islam dalam menghadapi segala permasalahan di era globalisasi ini. Di tengah kelesuan dan keterpurukan ekonomi nasional, berbagai jenis transaksi telah muncul dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke Negara Indonesia. Banyak jenis transaksi baru yang ditawarkan yang menjanjikan keuntungan berlipat ganda (Gemala Dewi dkk, 2005: 187). Bahkan ada sebuah sistem bisnis yang banyak menawarkan kekayaan dalam waktu singkat.
Salah satu sistem bisnis tersebut adalah multi level marketing (MLM). Akar dari MLM tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Amway Corporation dan produknya nutrilite yang berupa makanan suplemen bagi diet agar tetap sehat. Konsep ini dimulai pada tahun 1930 oleh Carl Rehnborg, seorang pengusaha Amerika yang tinggal di Cina pada tahun 1917-1927.
Inilah praktek awal MLM bahwa perusahaan Rehnborg ini yang sudah bisa merekrut 15.000 tenaga penjualan dari rumah kerumah dilarang beroperasi oleh pengadilan pada tahun 1951, karena mereka melebih-lebihkan peran dari makanan tersebut (Lihat All About MLM:23). Pendiri Amway, Rich DeVos dan Jay van Andel pelopor dalam pengembangan bisnis ini pada tahun 1959 (Kuswara,2005: 18).
Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM terus marak dan subur menjamur. Model bisnis ini pun kian berkembang setelah adanya badai krisis moneter dan ekonomi. Didukung pula dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia berpotensi sangat besar untuk pengembangan bisnis ini (Kuswara,2005: 18). Pemain yang terjun di dunia MLM memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi bisnis bagi pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN dan Propolis Gold serta yang berlabel syariah atau Islam (http://www.dakwatuna.com/2006/bisnis-dengan-sistem-mlm/).
Jadi MLM ini tergolong bisnis yang baru. Dengan kata lain belum pernah ada di zaman Rasulullah Saw. Dan para sahabat apalagi dikalangan ulama fuqaha. Dari segi hukum, ada yang memandang sesuai dengan era sekarang. Namun ada pula sebagian kalangan bersikap hati-hati, dan bahkan sebagian ulama memfatwakan haram terhadap bisnis jaringan ini. Maka jelaslah bahwa terdapat pandangan yang kontroversi terhadap bisnis MLM ini.
Untuk memberikan pemahaman bersama mengenai hukum MLM ini, dan bagaimana Islam memandang bisnis ini. Maka penulis mengangkat judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bisnis Multi Level Marketing. Penulis juga mengkrucutkan bahasan dengan sub topik:
1. Definisi Multi Level Marketing (MLM)
2. Konsep Dasar MLM
3. MLM Menurut Hukum Islam
4. MLM Syariah
Semoga ulasan berikut akan memperkaya wawasan para pengkaji hukum Islam khususnya melalui mata kuliah masail Fiqiyah Al Haditsah ini. Sehingga menuntun umat dalam menetapkan hukum muamalah dengan benar terhadap bisnis MLM di masyarakat.
1. Definisi Multi Level Marketing (MLM)
Multi Level Marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris, multi beararti banyak, level berarti jenjang atau tingkat, sedangkan marketing artinya pemasaran. Jadi multi level marketing adalah pemasaran yang berjenjang banyak (Andreas dalam Gemala Dewi, 2005: 187). Multi level marketing adalah sistem penjualan dengan memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur (id.wikipedia.org/wiki/Multi-level_marketing).
Dalam MLM biasa level (tingkatan) dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah) (Lihat All About MLM oleh Benny Santoso hal: 28, Hukum Syara MLM oleh hafidl Abdur Rohman, MA)
MLM disebut sebagai network marketing, karena anggota kelompok semakin banyak dan membentuk sebuah jaringan kerja (network) (Gemala Dewi dkk, 2005: 188). Bisnis ini biasa pula disebut sebagai bisnis penjualan langsung atau direct selling. Artinya penjualan dilakukan secara langsung oleh wiraniaga kepada konsumen, tanpa perantara seperti toko swalayan, warung dan sebagainya. Di Indonesia, direct selling baik yang single level (satu tingkat) maupun multi level (banyak tingkat) bergabung dalam suatu asosiasi, yaitu Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Kuswara (2005: 16) menambahkan bahwa dalam bahasa Inggris, APLI disingkat IDSA (Indonesian Direct Selling Associations), tergabung dalam World Federation of Direct Selling Associations (WFDSA).
Singkatnya MLM yang tergolong bisnis direct selling memiliki sistem pemasaran produk secara berjenjang atau jaringan melalui anggotanya sebagai pelanggan sekaligus mitra usaha.
2. Konsep Dasar Multi Level Marketing
Mekanisme operasional pada MLM yaitu, seorang distributor mengajak orang lain untuk ikut juga sebagai distributor. Kemudian, orang lain itu dapat pula mengajak orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu seterusnya, semua yang diajak dan ikut merupakan kelompok distributor yang bebas mengajak orang lain lagi sampai level tanpa batas (Gemala Dewi dkk, 2005: 188).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari presentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan. Dalam MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Untuk menilai satu persatu perusahaan yang menggunakan sistem ini rasanya tidak mungkin, kecuali jika perusahaan tersebut memberikan penjelasan utuh baik melalui buku yang diterbitkan atau presentasi langsung tentang perusahaan tersebut (syariahonline.com)
Keanggotaan di dalam MLM
Upline biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan keanggotaan, sementara downline adalah anggota terbaru dari MLM yang masuk atas afiliasi dan anjuran seorang upline. Namun untuk beberapa sistem MLM tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah (tentunya dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu pula).
Komisi yang diberikan di dalam MLM dihitung berdasarkan jasa distribusi yang otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline) melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline tersebut mendapatkan pula komisi tertentu sebagai imbalan jasanya memperkenalkan produk kepada downline dan membantu perusahaan MLM mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline tidak bisa diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru tetapi ianya sangat penting untuk membesarkan kumpulan dan konsumsi produk. Selain imbuhan balas jasa, upline akan dibayar ke atas usahanya yang sering memberi motivasi, merancang perjalanan sistem pengedaran, merekrut anngota lama dan baru, memupuk semangat kerja pasukan dan juga berusaha untuk mempertahankan kehebatan syarikat MLM sendiri ntuk bersaing dengan syarikat-syarikat lain atau baru.
Sistem Kerja MLM
Secara global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Adapun secara terperinci bisnis MLM dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member, dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga tertentu.
Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
Sesudah menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari member-member baru dengan cara seperti diatas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi folmulir keanggotaan.
Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan cara seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.
Jika member mampu menjaring member-member yang banyak, maka ia akan mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus mennjadi konsumen paket produk perusahaan.
Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama, kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan, karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member baru tersebut.
Diantara perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal diperusahaan tersebut, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. (Lihat Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta hal: 285-287)
Ada beberapa perusahaan MLM lainnya bahwa seseorang bisa menjadi membernya tidak harus dengan menjual produk perusahaan, namun cukup dengan mendaftarkan diri dengan membayar uang pendaftaran, selanjutnya dia bertugas mencari anggota lainnya dengan cara yang sama, semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonus yang diperoleh dari perusahaan tersebut.
Kontroversi mengenai MLM
Seringkali ditemukan kerancuan antara MLM dengan money game (permainan uang). MLM pada hakikatnya adalah sistem distribusi barang. Banyaknya bonus didapat dari omzet penjualan yang didistribusikan melalui jaringannya. Hal ini sangat berbeda dengan money game. Bonus seringkali didapat dari perekrutan, bukan omzet penjualan.
Sistem money game ini cenderung menggunakan skema piramid / (sistem piramid), dan orang yang belakangan bergabung akan kesulitan mengembangkan bisnisnya. Dalam MLM murni, walaupun dimungkinkan telah memiliki downline banyak, tetapi tanpa omzet tentu saja bonus tersebut menjadi kecil.
Informasi tentang jenis MLM yang benar dapat mengacu pada PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :13/M-DAG/PER/3/2006 tentang KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG, dengan memuat larangan tegas di bab VII (id.wikipedia.org/wiki/Multi-level_marketing).
Berikut ini penulis hanya memuat 5 point dari 12 Perbedaan MLM dan Sistem Piramida.
No.
MLM
Skema Piramida
1.
2.
3.
4.
5.
Sudah dimasyarakatkan dan diterima hampir di seluruh dunia.
Berhasil meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan para anggotanya dari level atas sampai level bawah.
Keuntungan/keberhasilan distributor ditentukan dari hasil kerja dalam bentuk penjualan/ pembelian produk/jasa yang bernilai dan berguna untuk konsumen.
Program pembinaan distributor sangat diperlukan agar didapat anggota yang berkualitas tinggi.
Merupakan salah satu peluang berusaha yang baik. Setiap distributor harus terus melakukan pembinaan untuk jaringannya. Tidak bisa hanya menunggu.
Sudah banyak Negara yang melarang dan menindak perusahaan dengan sistem ini, bahkan pengusahanya ditangkap pihak yang yang berwajib
Hanya menguntungkan bagi orang-orang yang pertama atau lebih atau lebih dulu bergabung sebagai anggota, atas kerugian yang mendaftar belakang.
Keuntungan/keberhasilan anggota ditentukan dari seberapa banyak yang bersangkutan merekrut orang lain yang menyetor sejumlah uang sampai terbentuk satu format Piramida.
Tidak ada program pembinaan apapun juga, karena yang diperlukan hanya rekruting saja.
Bukan suatu peluang usaha, karena yang dilakukan lebih menyerupai untung-untungan. Bahwa yang perlu dilakukan hanyalah ‘membeli kavling’ dan selanjutnya hanyalah menunggu.
Sumber : apli.or.id dalam Kuswara (2005: 23-25).
3. MLM Menurut Hukum Islam
Sistem MLM dikategorikan pembahasan fiqh muamalah dalam kitab Buyu’ mengenai jual-beli. Hukum asalnya boleh. Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashu fil asy-ya’ al-ibahah: hukum asal segala sesuatu -termasuk muamalah- adalah boleh) selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (sistem bunga), gharar (tipuan), dharar (bahaya) dan jahalah (ketidakjelasan), dzhulm (merugikan hak orang lain). Selain itu, barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal. (Al-Baqarah: 29, Al-A’raf: 32, Al-An’am: 145, 151, lihat: Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, hal.60) Allah swt. berfirman, “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2) Sabda Rasulullah saw, “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (H.R. Al-Baihaqi dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.”(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim) (pandakeadilan.multiply.com)
Menurut Setiawan dalam Kuswara (2005: 93), bisnis MLM ini dalam kajian fikih kontemporer dapat ditinjau dari dua aspek: produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling/marketing).
Mengenai produk barang yang dijual, halal atau haram tergantung kandungannya.
Pro Kontra Bisnis MLM
Asy-Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali hafizahullah mengatakan bisnis MLM gambaran umumnya adalah mengikuti program piramida dalam sistem pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena beberapa sebab berikut ini, yaitu :
[1]. Sebenarnya anggota tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yan akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.
[2]. Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan Multi Level Marketing (MLM).
[3]. Bahwa produk ini biasa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan Multi Level Marketing (MLM) ini di jaringan internet.
[4]. Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan kepada mereka.
[5]. Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Up Line) sedangkan level bawah (Down Line) selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.
Berdasarkan ini semua, maka system bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena beberapa sebab yaitu :
[1]. Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota
[2]. Produk Multi Level Marketing (MLM) ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk itu hanya bertujuan untuk mendapatkan izin dalam undang-undang dan hukum syar’i.
[3]. Banyak dari kalangan pakar ekonomi dunia sampai pun orang-orang non muslim meyakini bahwa jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan penipuan, oleh karena itu mereka melarangnya karena bias membahayakan perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat umum
Berdasarkan ini semua, tatkala kita mengetahui bahwa hukum syar’i didasarkan pada maksud dan hakikatnya serta bukan sekedar polesan lainnya. Maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena hal ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan Rasul-Nya, oleh karena itu sistem bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar’i.
Kalau ada yang bertanya : “Bahwasanya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian orang”. Jawabnya: “Adanya manfaat pada sebagian orang tidak bisa menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh Allah Ta’ala.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah : “Pada hakekatnya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah : 219)
Tatkala bahaya dari khamr dan perjudian itu lebih banyak daripada manfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas diharamkan.
Beliau berkesimpulan bahwa bisnis MLM ini adalah alat untuk memancing orang-orang yang sedang mimpi di siang bolong menjadi jutawan. Bisnis ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang bathil, juga merupakan bentuk spekulasi. Dan spekulasi adalah bentuk perjudian.( alhelaly.com).
Menurut hemat penulis, beberapa pemaparan pandangan salah seorang ulama di atas tidaklah salah jika apa yang diistilahkan Beliau MLM itu sebenarnya sistem Piramida yang dilarang keras secara hukum Internasional. Namun mengenai bisnis MLM yang diidentikan bahkan disamakan dengan sistem piramida seperti money game, arisan berantai, dan penggandaan uang yang membawa-bawa nama MLM itu tidak benar. Pandangan semacam ini jelas salah persepsi dan salah interpretasi. Dikatakan demikian, sebab seperti dipaparkan sebelumnya bahwa MLM jauh berbeda dengan sistem piramida. Sebenarnya apa yang dimaksud ulama tersebut kemungkinan pertama adalah money game dan sejenisnya yang berkedok MLM, atau MLM itu money game. Kemungkinan ketiga tidak mengerti apa itu MLM. Hal ini senada dengan tanggapan diplomatis dari Helmy Attamimi (ketua APLI) ketika harian terbit 14 Januari 2002 dengan headline heboh,”Praktik Bisnis MLM Haram” hasil wawancara Sekretaris Umum MUI, Din Syamsuddin (Kuswara, 2005: 79).
Berikut perlu diketahui ulasan tentang sistem MLM murni:
1. Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' dan muamalah atau buyu' prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: Riba' ,Ghoror (penipuan), Dhoror (merugikan atau menzalimi pihak lain), Jahalah (tidak transparan).
2. Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
· Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak.
· Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzalimi pihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
· Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan presentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah Money Game atau arisan berantai yang sama dengan judi.
Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya (syariahonline.com).
Kaidah Penting Bagi Pelaku Bisnis
Penting untuk diketahui tentang kaidah atau pijakan bagi pebisnis. Kaidah berikut merupakan khazanah keilmuan ulama masa lampau (salaf) yang digali kembali melalui ijtihad ulama masa kini (khalaf) dan disinergikan dengan kondisi sekarang. Sehingga kaidah ini selaras dan dapat dipakai. Menurut hemat penulis, suatu ketetapan yang telah menjadi kaidah selayaknya tidak boleh dilanggar sama sekali.
Ahmad Sabiq mengatakan ada dua kaidah yang sangat penting untuk bisa memahami hampir seluruh permasalahan yang berhubungan dengan hukum Islam, sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim Rahimahullah “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan muamalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”. (Lihat I’lamul Muwaqi’in 1/344).
Dalil ibadah adalah sabda Rasulullah s.a.w :
“Dari ‘Aisyah radhiallahu anha berkata : “Rasulullah s.a.w bersabda: “ Barangsiapa yang mengamalkan sesuatu yang tidak ada contohnya dari kami, maka akan tertolak “(HR. Muslim)
Adapun dalil masalam muamalah adalah firman Allah Ta’ala:
Dia-lah Allah yang telah menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah: 29)
(Lihat Ilmu Suhul Al-Bida’ oleh Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, Al-Qawa’id al-Fiqhiyah oleh Syaikh As-Sa’di hal:5)
Oleh karena itu apaun nama dan model bisnis tersebut pada dasarnya dihukumi halal selagi dilakukan atas dasar sukarela dan tidak mengandung salah satu unsur keharaman, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)
Juga firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu”. (QS. An-Nisaa: 29)
Adapun hal-hal yang bisa membuat sebuah transaksi bisnis menjadi haram adalah :
Riba
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata : “Rasulullah s.a.w bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375)
Ghoror
(Adanya Spekulasi yang tinggi) dan jahalah (adanya sesuatu yang tidak jelas).
“Dari Abu Hurairah radhiallhu anhu berkata : “Rasulullah saw melarang jual beli ghoror”. (HR. Muslim 1513)
Penipuan
Dari Abu Hurairah radhiallhu anhu berkata: “Rasulullah s.a.w melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)
Perjudian atau adu nasib
Firman Allah Ta’ala:
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maaidah: 90)
Kezaliman
Sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS. An-Nisaa:29)
Yang dijual adalah barang haram
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallhuan berkata :”Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu dawud 3477, Baihaqi 6/12 dengan sanad shahih).
Agar pemaparan kaidah dalam berbisnis (berniaga) di atas lebih mudah dipahami, perlu penambahan ulasan singkat tentang etika berbisnis. Menyinggung tentang etika ini, segala ketentuan yang disepakati dan berlaku ketika melakukan sesuatu. Muhammad (1997: 101) menjelaskan bahwa di dalam etika bisnis Islami khususnya bidang pemasaran produk. Adapun aspek yang difokuskan atau harus dijaga antara lain: produk halal dan thoyyib, kompetensi sehat, pelayanan kepada masyarakat dan lain sebagainya. Keterkaitan dengan kaidah berbisnis, intinya segala perihal yang diharamkan jelas juga tidak dibenarkan dalam etika berbisnis.
Penegasan Hukum MLM
MLM halal jika:
a. Transaksi (akad) antara pihak penjual (al-ba'i) dan pembeli (al-musytari) dilakukan atas dasar suka sama suka (' an taradhin), dan tidak ada paksaan;
b. Barang yang diperjualbelikan (al-mabi') suci, bermanfaat dan transparan sehingga tidak ada unsur kesamaran atau penipuan (gharar);
c. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang wajar
MLM Haram Jika:
a. Jika sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan cara pemaksaan; atau barang yang diperjualbelikan tidak jelas karena dalam bentuk paket yang terbungkus dan sebelum transaksi tidak dapat dilihat oleh pembeli, maka hukumnya haram karena mengandung unsur kesamaran atau penipuan (gharar).
b. Jika harga barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) jauh lebih tinggi dari harga yang wajar, maka hukumnya haram.
c. Jika perusahaan Multi Level Marketing (MLM) melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan memberikan keuntungan tertentu dalam setiap bulannya, maka kegiatan tersebut adalah haram karena melakukan praktek riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah s.w.t. Apalagi dalam kenyataannya tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti yang dijanjikan, bahkan terkadang menggelapkan dana nasabah yang menjadi member perusahaan. Sebagaimana telah difirmankan Allah s.w.t dalam surat al-Baqarah ayat 279.
Dengan demikian, maka hendaklah berhati-hati dalam melakukan kegiatan perdagangan dengan sistem Multi Level Marketing (MLM). Pilihlah sistem perdagangan MLM yang benar-benar diperbolehkan oleh syari'at Islam karena memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas (lmi-amilzakat.com). Maksud berhati-hati di sini adalah selektif dalam menentukan pilihan bisnis ini. Seseorang tidak akan mengetahui apakah bisnis MLM yang dipilihnya benar-benar MLM murni atau hanya bisnis haram yang berkedok MLM.
4. MLM Syariah
Gaung ekonomi syariah di tanah air tak cukup hanya dilihat dari tumbuhnya lembaga keuangan syariah. Di luar itu, bisnis syariah di berbagai bidang terus berkembang. Tak terkecuali salah satunya, bisnis MLM syariah. Di tengah kontroversi hukum dari berbagai pihak dari sisi pandangan Islam tentang bisnis ini, MLM syariah terus menunjukkan perkembangan (wirausaha.com).
Kuswara (2005: 86) mengemukakan, MLM Syariah adalah sebuah usaha MLM yang mendasarkan sistem operasionalnya pada prinsip-prinsip syariah. Aspek-aspek haram dan syubhat dihilangkan dan diganti dengan nilai-nilai ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak, dan hukum muamalah.
Suhrawardi K.Lubis dalam Gemala Dewi dkk (2005: 191) menegaskan, MLM syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Sistem distribusi pendapatan, haruslah dilakukan secara professional dan seimbang. Artinya tidak terjadi eksploitasi antarsesama.
2. Apresiasi distributor haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Tidak memaksa, tidak berdusta, jujur, dan tidak merugikan orang lain, serta berakhlak mulia.
3. Penetapan harga, kalaupun keuntungan (komisi dan bonus) bagi para anggota berasar dari keuntungan penjualan barang. Semakin banyak anggota dan distributor, maka harga makin menurun.
4. Jenis produk haruslah produk yang benar-benar terjamin kehalalannya dan kesuciannya.
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal-haram maupun status syubhat-nya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan sepihak sebagai perusahaan MLM Syariah atau bukan. Melainkan, tergantung sejauh mana prakteknya setelah dikaji dan dinilai sesuai syariah (dakwatuna.com/2006/).
Penutup
Multi Level Marketing tidak bertentangan dengan Hukum Perikatan Islam sepanjang memenuhi rukun dan syarat-syarat perikatan menurut hukum Islam serta tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar, dharar dan jahalah (Gemala Dewi dkk, 2005: 192).
Dalam menyikapi bisnis ala MLM, perlu adanya pemahaman secara baik, benar dan utuh, karena tidak semua MLM sama dalam menjalankan bisnisnya, jika ditinjau dari segi barang yang dijual, bentuk transaksi yang dijalankan. sehingga dalam menetapkan hukum pun juga berbeda antara satu MLM dengan MLM yang lain dikarenakan ada perbedaan dalam hal produk yang dijadikan komuditi, dan bentuk transaksi yang diterapkan. jika terbukti bahwa dalam suatu bisnis, apapun bentuknya, termasuk MLM, jika terdapat unsur-unsur yang diharamkan syariat, maka bisnis tersebut haram hukumnya. namun jika tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syariah, maka pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh, sampai ada dalil yang menerangkan atas keharamannya (fai.elcom.umy.ac.id/).
Sehingga kita tidak bisa terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam dan terpercaya`.
Teliti dan ketahui dengan pasti maka jauh sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan sebuah MLM tertentu, pastikan bahwa di dalamnya tidak ada ke-4 hal tersebut, yang akan membuat anda jauh ke dalam hal yang diharamkan Allah SWT. Carilah keterangan dan perdalam terlebih dahulu wawasan dan pengetahuan atas sebuah tawaran ikut dalam MLM, jangan terlalu terburu-buru tergiur dengan tawaran cepat kaya dan seterusnya.
Sebagai umat Islam sudah sepantasnya bisa lebih selektif dalam bermuamalah. Dari sekian banyak sistem MLM yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu, ada baiknya memilih MLM yang berlandaskan prinsip Islam. Yakni MLM syariah. Selain berbisnis, para anggotanya dibimbing agar bekerja sesuai prinsip syariah bahkan berdakwah melalui bisnis. Dan InsyaAllah, MLM syariah membawa berkah.

REFERENSI
Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2005
Kuswara, Mengenal MLM Syariah Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, sampai dengan pengelolaannya, Depok: QultumMedia, 2005
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997.
www.alhelaly.com












2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mohon maaf saya ijin share (ambil) ini artikel yah utk masukkan ke blog saya dengan mencantumkan link blog anda

jika mw lihat silahkan buka blog saya di 1kertasputih.wordpress.com

dan apabila g setuju, nanti saya bisa hapus lagi artikel dri blog anda

sekian dan terima kasih serta minta maaf sebelumnya

Unknown mengatakan...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Maaf baru direspon di tahun 2020 (lama tidak cek blog), dengan senang hati silakan dibagikan jika bermanfaat.Terima kasih sudah membagikan tulisan saya dengan mencantumkan link utamanya (ini kode etik ilmiah hehe) yang semula link http://naturalspiritualquention.blogspot.com sekarang sudah berubah menjadi https://yuktaubatnasuha.blogspot.com (ini juga berlaku untuk tulisan saya yang lainnya, silakan dibagikan)
Tulisan tersebut dibuat semasa saya masih kuliah dulu untuk memenuhi tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Ushul Fiqih di Jurusan Dakwah Prodi Bimbingan Konseling Islam STAIN Pontianak

Posting Komentar

NASYID & RELIGI ISLAMI


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
 
Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design