Minggu, 13 Mei 2012

“Maksiat itu Bom Waktu”

PEHATIAN!
Jika hati Anda merasa kurang nyaman saat membaca tulisan ini, berarti energi iman  Anda sedang lemah (lowbet) dan segeralah cas dengan charger berikut ini. Seizin Tuhan, Anda akan merasakan hal yang berbeda dari sebelumnya. Selamat mengecas iman.
Maksiat merupakan kata yang mengandung banyak arti musytarak (memiliki arti dan makna yang beragam), berasal dari akar kata ‘asha, ‘ishyan dan ma’shiatan. Sinonimnya fajur (kekejian) dan si pelakunya disebut faajir dan fujjar (pluralnya). Yang tergolong ke dalam maksiat itu segala perbuatan atau aktivitas yang bertujuan untuk menyesatkan manusia sehingga ia melanggar perintah-Nya. Secara leksikal, maksiat itu mengandung pengertian mendurhakai, tidak taat, melepas kesetiaan, menentang, membelot, memberontak, berbuat salah, melanggar aturan, atau menggoda manusia (dan ini biasanya bidang kerja iblis dan setan) agar manusia tersebut inkar kepada Tuhannya.
Terjadinya maksiat dalam segala bentuk dan di dalamnya ikut berperan para intelektual palsu untuk memutarbalikkan ketentuan Allah (misalnya, dari yang haram dijadikan halal). Menurut Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, hal ini disebabkan oleh tujuh anggpta badan, yaitu mata, telinga, lidah, tangan, kaki, perut dan aurat. Semua anggota badan itulah nanti yang akan dipertanyakan oleh Allah tentang aktivitas fisik selama hidup di dunia.
Maksiat Umat Terdahulu
Di antara contoh yang dikemukakan Allah untuk dijadikan ibrah (pelajaran) bagi orang mukmin ialah keninaan yang ditimpakan kepada Yahudi. Diubahnya mereka menjadi monyet yang hina akibat melanggar ketentuan Allah, yakni melakukan maksiat pada hari Sabtu, sedangkan hari itu hari yang disucikan bagi mereka. (buka QS. An Nisa:47). Informasi tentang hal ini juga dengan jelas didokumentasikan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 65.
Monyet di sini bisa di-interpretasikan sebagai monyet secara hakiki, dan bisa pula berkonotasi monyet sebagai simbol. Monyet sebagai symbol, yaitu hewan yang suka sekali menirukan sesuatu. Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan perilaku menyimpang untuk meniru tingkah laku orang-orang kuffar dan fasik. Mereka memakan apa saja asal perutnya terisi kenyang, tidak peduli apa yang dimakan itu haram atau halal.
Umat Islam tak layak meniru sikap Yahudi untuk menerima sebagian isi Al-Quran dan menolak sebagian lainnya, karena tidak menguntungkannya secara materi dan duniawi.
Ibnu Khaldun dalam karyanya, ‘Muqaddimah’ mengatakan bahwa keruntuhan sebuah daulah (kerajaan) selain karena praktek nepotisme dalam birokrasi, juga akibat merajalelanya maksiat dan pengabaian terhadap ajaran agama serta mengkultuskan pemimpin secara berlebihan. Apa yang dikemukakan dalam analisis Ibnu Khaldun itu banyak fakta yang kita saksikan dalam perkembangan dunia yang tampaknya makin terlena dalam kehancuran moralitas. Pada saat orang hilang pegangan, karena meremehkan ajaran agama maka maksiat berperan sebagai “perilaku terhormat”.
Maksiat di Era Modern
Secara implisit para Amir (pemimpin) mengakui bahwa maksiat seperti judi dalam berbagai bentuk itu akan berdampak negatif pada rakyatnya. Misalnya, di zaman teknologi saat ini judi bisa saja dikemas dalam bentuk permainan (game), pertandingan/perlombaan olahraga dan sebagainya baik terjun langsung ke lapangan maupun via online cyber. Karena pada umumnya daya tarik uang sangat memikat hati manusia di era materialistik ini. Atau cybersex yang banyak diminati. Sebab hasrat seks merupakan kebutuhan vital manusia dalam regenerasi eksistensinya di muka bumi.
Akibat kehilangan pegangan, seseorang tidak percaya diri untuk bisa menjauhkan diri dari kemaksiatan atau berbuat kebaikan. Ia terus terjerumus digerus arus maksiat.
Sangat mencengangkan, ada saja oknum-oknum yang tak bertanggungjawab berbuat maksiat dengan koordinasi yang rapi. Mereka para intelektual gadungan menggunakan kesempatan itu untuk mengutak-atik paradigma (cara pandang) bahkan fatwa tentang ketidakmaksiatan sesuatu yang sebenarnya maksiat. Misalnya, dewasa ini sering dijumpai kasus nikah beda agama, kawin kontrak (nikah mut’ah), melegalkan aliran sempalan/sesat, pornografi dan pornoaksi sebagai apresiasi dan ekspresi seni, ajaran mistik dan kurafat disamakan dengan khazanah kebudayaan, falsafah bangsa dan aset pariwisata, dan lain sebagainya.
Orang itu selalu berusaha untuk menggeser dalil dan hujjah dengan mengkultuskan akal bahwa sesuatu kalau hanya begini bukan maksiat dan sebagainya. Ketika itulah masyarakat awam menjadi bingung, berada dipersimpangan jalan. Sulit bagi mereka membedakan mana yang bisa disebut intelektual “warasat al-anbiya” (pewaris para nabi) dan mana yang “warasat al-kazzab” (pewaris para pendusta) yang akan mendapat azab.
Ibarat Bom Waktu
Dosa dan maksiat itu bagaikan bom waktu yang siap meledak sepanjang hitungan menit atau detik usia manusia. Pemicu “bom” itu adalah semakin bertambahnya kemaksiatan yang dilakukan sipelaku maksiat. Tak diketahui secara pasti kapan “bom” itu meledak. Bisa saja meledak secara tiba-tiba disaat pelaku sedang “merakit” “bom”. “Bom” akan meledak membumi hanguskan jiwa, diri dan kehidupannya. Kita perlu mengetahui dan bisa mendeteksi keberadaan “bom” itu. Adapun zona-zona tersembunyi titik “bom” umumnya terdapat pada tiga titik dalam diri manusia. Yaitu:
1.      Pemalsuan dan Pelencengan Dalil Agama (Maksiat dalam beragama)
2.      Kecintaan kepada Keduniaan (Hubbud-Dunia)
3.      Takut Mati dan Melupakan Alam Akhirat
Mari kita deteksi satu per satu,
1.      Pemalsuan dan Pelencengan Dalil Agama (Maksiat dalam Beragama)
Di abad modern ini, pikiran manusia semakin pintar untuk memutarbalikkan antara fakta (kebenaran) dan dusta (kebohongan). Dalil-dalil Al-Quran dan Al-Hadits disimpang siurkan penggunaannya pada berbagai teks dan retorika perdebatan. Banyak ayat atau hadits sengaja dipenggal/dipotong untuk kepentingan keduniaan, hadits-hadits palsu dijadikan hujjah (sandaran argumentasi), bahkan yang lebih ekstrim adalah mencampuradukan ajaran antar agama, membuat ajaran sesat, menghalalkan perzinahan, pembantaian dan pembunuhan baik karakter maupun nyawa. Suka berdebat, tapi amalan nihil. Mencari-cari alasan/dalil palsu guna membenarkan paradigma sesuai dengan nafsu dan akal semata. Hal inilah yang dikecam oleh Allah swt dalam Al-Quran, yakni perilaku mengikuti para Ahli Kitab yang jahil dan jahat. (Buka QS. 2: 79, 3: 69,70-71, 5:77, 98: 6).
2.      Kecintaan kepada Keduniaan (Hubbud-Dunia)
Segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk memenuhi dan memuaskan hal-hal yang bersifat duniawi. Seperti berfoya-foya membelanjakan harta untuk kepuasan nafsu makanan dan minuman haram, kepuasan bercinta dengan wanita (seksual) dengan melakukan seks bebas, menumpuk-numpukan harta benda untuk pamer dan kesombongan. Berambisi merebut tahta dan kehormatan dengan menghalalkan berbagai cara. Itulah kesenangan dunia yang menipu.[1]
3.      Takut Mati dan Melupakan Alam Akhirat
Takut akan kematian/ajal berarti lalai akan dosa dan pahala. Jika sudah demikian, lalai dari mengingat Tuhan, tidak peduli dengan peringatan-Nya. Meski tubuhnya sedang digerogoti penyakit ganas akibat dari dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan. Hal itu belum juga menyadarkan/membuka mata hatinya untuk segera kembali ke jalan Tuhan. Kembali menyadari tujuan hidupnya dan kefanaan kehiduapan di dunia. Sehingga mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan di masa depan yakni akhirat.

Bahaya Ledakan “Bom Waktu”
Ledakan yang dahsyat dari “bom waktu” (baca: maksiat) itu dikenal sebagai siksaan atau azab di dunia dan akhirat.[2] Ledakan itu berupa penyakit-penyakit kronis dan mematikan membuat sengsara fisik dan psikis manusia. Ledakan itu juga berupa musibah, bencana yang ditimpakan pada suatu kaum/bangsa durhaka. Sebagaimana pelajaran sejarah tragedi azab bagi kaum-kaum terlaknat dahulu yang diabadikan informasinya dalam Al-Quran. [buka QS 7:64, 78, 84, 91]
Pelaku Maksiat itu Teroris
Ledakan azab akibat “bom waktu” yang pelaku pasang pada dirinya sendiri sama saja dia sedang melakukan aksi nekad menteror dan bunuh diri sia-sia. Tidak berlebihan kiranya, mereka itu layak disebut teroris tersadis, akibat aksi maksiat yang dilakukannya berdampak pula pada orang lain di sekitarnya. Sebagaimana bunyi hadits, ‘Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yang bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian (cobaan). Kalau menggunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya. (HR. Ad-Dailami)
Siksaan azab yang ditimpakan Allah hanyalah menimpa si pelaku maksiat. Namun musibah akan berlaku pada semua orang yang berada di tempat azab itu diturunkan. Mereka yang bermaksiat akan merasakan sakitnya siksaan sedangkan bagi orang-orang yang beriman dan sholeh akan mendapatkan naungan kenikmatan dan kebahagiaan di sisi-Nya meskipun mereka secara jasad juga terbunuh.
Imam Bukhari meriwayatkan, Sabda Nabi Muhammad saw: “Musibah pada suatu kaum, maka yang akan terkena dampak musibah itu bukan saja mereka yang bersalah (melakukan maksiat) melainkan juga orang yang tidak terlibat dalam kemaksiatan, kemudian diperlihatkan kepada mereka buah dari perbuatannya”.
Ledakan Terdahsyat dan Mengerikan di Akhirat
‘Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.’ (QS. Ath Thalaaq [65]: 8)
Sementara “bom waktu” (maksiat) pada diri si pelaku itu akan terus-menerus meledak menyiksa dirinya di alam akhirat. Agar tidak membahayakan para penduduk negeri akhirat, Allah memerintahkan malaikat Malik mengumpulkan mereka yang membawa “bom waktu” (dosa dan maksiat) itu ke Neraka, tempat karantina dan peledakan secara besar-besaran “bom waktu” mereka. Betapa bodohnya mereka menyiksa dan menyengsarakan diri mereka sendiri. Maaf, ini hanyalah sekilas anekdot dari penulis dengan maksud ilustrasi dan perumpamaan bahasa kiasan (konotatif). Agar kita bisa memahami bahwa dosa dan maksiat itu akan terus menghancurkan si pelakunya secara bertubi-tubi baik di dunia hingga di akhirat kelak bahkan lebih dahsyat dan sangat mengerikan tak sebanding dengan tabrakan ion positif dan negatif di atmosfer bumi (petir/halilintar) atau ledakan bom atom/nuklir di dunia. 

Maka dari itu mari kita menjaga diri, keluarga dan saudara-saudari sesama muslim agar terhindar dari segala bentuk “bom waktu” (kemaksiatan) dunia. Sebagaimana ucapan Nabi Nuh as. Dalam QS. Nuh: 28.
Kecanggihan Teknologi Penjinak “Bom Waktu”
TNPM itu bukanlah singkatan dari Teknologi Nuklir Pemusnah Massal, tapi itu adalah singkatan yang penulis buat untuk pengistilahan ‘teknologi tercanggih’ yang diambil dari sumber hukum Islam, yaitu Taubat Nashuha Penjinak Maksiat [TNPM].
Karena kini maksiat semakin canggih dan berbahaya bagaikan bom. Maka sangat diperlukan interpretasi modern dalam “menjinakannya”. Kita selaku kaum intelektual muda mesti mengetahui ilmu dan teknologi yang harus digunakan. Allah swt sejak 14 abad silam telah memberikan rumusan/formula tentang kecanggihan teknologi ini. Kitab suci Al-Quran mengistilahkannya dengan Taubatan Nashuha (Taubat yang sesungguhnya), [cek QS At-Tahrim[66]: 8].
Para Nabi, Rasul, sahabat dan pewarisnya yakni para ulama sangat memahami betul TNPM ini. Mereka mampu mengoperasikannya dengan baik. Berikut sekilas penjelasan kecanggihan dari TNPM:
1        Pemancaran gelombang frekuensi secara konsisten baik melalui media suara jahr lisan (terdengar) maupun siir hati (bisikan) dari istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, asmaul husna, shalawat, doa mampu menetralisasi gelombang maksiat dalam akal dan hati. Getaran di dalam lisan dan hati itu melumpuhkan pemicu maksiat asalkan kita fokus pada signal khusyu’, tawadhu’ (rendah hati) dan ikhlas.
2        Kemutahiran Shalat, Shaum (puasa), tilawah Al-Quran dan amalan nawafil (sunnah) lainnya dapat meng-ON-kan aliran listrik pada batin/jiwa sehingga bercahaya dan berkilau setiap hari. Sehingga kita dapat membedakan antara kebajikan dan kebatilan.
3        Program Penyucian Jiwa (Mental Purification Program) sangat tepat guna dan terbukti berhasil membersihkan dan menonaktifkan titik dan signal maksiat dalam diri. Setelah itu pengisian kembali ‘energi ilahiyah’ yakni penyibukan diri dengan amal shaleh, mengkaji ilmu agama dan berupaya menemukan jati diri dan pencerahan jiwa serta koneksitas pada Tuhan.
Agar proses “penjinakan bom waktu” itu berjalan dengan sukses dan aman, alangkah baiknya jika si pelaku tidak gegabah untuk melepas penderitaan dengan meledakan diri (bunuh diri).[3] Malah itu akan menambah penderitaan setelah kematian. Si pelaku mesti mencari dan menemukan para ahli yang piawai dalam “menjinakan” “Bom”. Yaitu para Ulama, ustadz, orang-orang alim dan sholeh. Bergurulah dengan mereka, mintalah bantuan dan bimbingan dari mereka agar bisa menghentikan “pemicu bom” (dosa).
Bersabarlah, serahkan sepenuhnya pada pertolongan Allah, mohonlah taufik dan hidayahNya. Sebab jika si pelaku tidak segera menyadari bahaya “ledakan” yang mengancam jiwa sekaligus nyawa maka detik demi detik ia akan menuju kehancuran. “Bom” itu harus dinonaktifkan selamanya dengan taubatan nasuha dari si pelaku maksiat. Sebab tidak ada cara lain, itulah satu- satunya cara agar manusia terselamat dari “ledakan” siksaan dan azab Allah swt. Dan ketahuilah wahai sahabat, rahmat dan rahim Allah mengalahkan murka-Nya. Sesuai dengan Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Nabi saw. bersabda: Tatkala Allah menciptakan makhluk, Allah telah menuliskan dalam kitab catatan-Nya yang berada di sisi-Nya di atas arsy bahwa sesungguhnya kasih sayang-Ku mengalahkan murka-Ku. (Shahih Muslim No.4939). Maka dari itu mohonlah selalu belas kasih dan ampunan dari Sang Maha Kasih itu.

Pontianak, 28 April 2012
Pemulung Inspirasi



[1] ‘Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.’(QS. Al-Hadid[57]: 20).
[2] ‘Bagi mereka azab dalam kehidupan dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindungpun dari (azab) Allah.’ (QS. Ar-Ra’d[13]: 34).
[3] Hadis riwayat Anas ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Janganlah seorang di antara kamu mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya dan apabila dia memang harus mengharapkan, sebaiknya dia berkata: Ya Allah! Hidupkanlah aku selama kehidupan itu yang terbaik bagiku, dan matikanlah aku jika kematian itu yang terbaik bagiku. (Shahih Muslim No.4840)

0 komentar:

Posting Komentar

NASYID & RELIGI ISLAMI


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com
 
Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design